I. Pengertian Bahasa Indonesia
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita kerap menggunakan bahasa Indonesia. Ia
merupakan bahasa yang penting di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dilihat dari kedudukannya dalam khazanah kehidupan berbangsa
dan bernegara, bahasa Indonesia memiliki dua pengertian, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
Bahasa
Indonesia, dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, didasarkan pada
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, terutama butir ketiga yang
berbunyi: "Kami putra dan putrid Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia". Sementara dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36
yang berbunyi, "Bahasa negara adalah bahasa Indonesia".
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi. Pertama, sebagai lambang kebanggaan nasional. Artinya, bahwa bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai social budaya yang mendasari rasa kebangsaan bangsa Indonesia.
Fungsi kedua dari bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai lambang jati diri atau identitas nasional. Artinya, bahwa bahasa Indonesia merupakan cerminan kepribadian bangsa Indonesia secara eksistensi.
Selain
sebagai lambang jati diri atau identitas nasional, bahasa Indonesia
dalam kedudukannnya sebagai bahasa nasional juga memiliki fungsi sebagai
alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial, budaya, dan bahasanya. Artinya, bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi di seluruh pelosok Indonesia.
Fungsi terakhir yang dimiliki oleh bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.
Artinya, bahwa dengan adanya bahasa Indonesia dan penggunaan bahasa
Indonesia bangsa Indonesia mendahulukan kepentingan nasional ketimbang
kepentingan daerah, suku ataupun golongan.
Tadi telah dipaparkan,
bahwa bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi. Pertama
sebagai bahasa resmi negara.
Sebagai
bahasa resmi negara, bahasa Indonesia digunakan untuk berbagai
keperluan kenegaraan, baik lisan maupun tulis, seperti pidato-pidato
kenegaraan, dokumen-dokumen resmi negara, dan sidang-sidang yang
bersifat kenegaraan. Semua itu dilakukan dengan menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantarnya.
Fungsi kedua bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara adalah sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.
Dalam fungsinya ini, bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana
penyampai ilmu pengetahuan kepada anak didik di bangku pendidikan dari
tingkat taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, baik negri
maupun swasta.
Selain sebagai bahasa pengantar resmi di
lembaga-lembaga pendidikan, bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara,
juga memiliki fungsi sebagai bahasa
resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional, baik untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan maupun untuk kepentingan
pemerintahan. Artinya, bahwa bahasa Indonesia tidak saja hanya
digunakan sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, melainkan juga digunakan sebagai alat komunikasi
penduduk di seluruh pelosok Indonesia.
Fungsi terakhir dari bahasa Indonesia sebagai bahasa negara adalah sebagai bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Artinya, bahwa bahasa Indonesia dipakai sebagai alat untuk
mengembangkan dan membina iptek dan kebudayaan nasional sehingga
tercipta satu ciri khas yang menandakan satu kesatuan negara Indonesia
dan bukannya kedaerahan.
II. Sejarah Bahasa Indonesia
Untuk
dapat meraih kedudukannya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara,
bahasa Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.
Telah
diketahui bersama bahwa bahasa Indonesia yang kita gunakan saat ini
berasal dari bahasa Melayu. Ada beberapa alasan yang menyebabkan
diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia. Pertama, bahwa
bahasa melayu merupakan lingua franca (bahasa yang dipergunakan sebagai alat komunikasi sosial di antara orang-orang yang berlainan bahasanya) di Indonesia.
Jauh
sebelum bahasa Indonesia ada dan dipergunakan sebagai bahasa nasional
dan bahasa negara di Indonesia, bahasa Melayu sudah terlebih dahulu
menjadi alat komunikasi di Indonesia. Ini dapat dilihat dari banyaknya
prasasti-prasasti pada zaman kerajaan Sriwijaya (kisaran abad VII) yang
ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu, seperti prasasti di Talang
Tuwo, Palembang yang berangka tahun 684, prasasti di Kota Kapur, Bangka
Barat yang berangka tahun 686, ataupun prasasti Karang Brahi yang
berangka tahun 686.
Selain itu, keberadaan bahasa Melayu sebagai
lingua franca di Indonesia juga dapat dilihat dari daftar kata-kata yang
disusun oleh seorang Portugis bernama Pigafetta pada tahun 1522. Daftar
tersebut dia susun berdasarkan kata-kata dari bahasa Melayu yang ada
dan tersebar penggunaan di kepulauan Maluku. Atau juga pada surat
keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah kolonial Belanda. Surat
keputusan yang bernomor K.B. 1871 No. 104 menyatakan bahwa pengajaran di
sekolah-sekolah bumi putera diberi dalam bahasa Daerah, kalau tidak
dipakai bahasa Melayu.
Alasan kedua yang meyebabkan diangkat
bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia adalah kesederhanaan sistem
bahasa Melayu yang tidak memiliki tingkatan. Tidak seperti bahasa Jawa
yang memiliki tingkatan seperti kromo, kromo madya, dan ngoko, bahasa
Melayu tidak mengenal sistem tingkatan seperti itu. Bahasa Melayu tidak
mengenal tingkatan-tingkatan dalam sistem berbahasanya inilah yang
menciptakan kesan bahasa Melayu mudah untuk dipelajari.
Selain
itu, diterima dan diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia
disebabkan karena kerelaan berbagai suku di Indoensia untuk menerima
bahasa Melayu sebagai bahasa nasional bangsa Indonesia. Bentuk kerelaan
ini puncaknya terjadi pada Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober
1928 yang melahirkan teks Naskah Sumpah Pemuda, yang salah satu butirnya
berbunyi, "Kami putra dan putrid Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
Alasan keempat atau alasan terakhir yang
menyebabkan diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia adalah
kesanggupan bahasa Melayu untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam
arti yang luas. Kesanggupan ini dibuktikan dengan keberadaan bahasa
Melayu yang merupakan alat perhubungan antara orang-orang yang berlainan
bahasanya di Indonesia. Sebagai alat perhubungan tersebut, bahasa
Melayu telah mampu membuktikan kemampuannya dalam menterjemahkan segala
perilaku dan bentuk-bentuk budaya yang ada di Indonesia, sehingga mereka
yang berada di luar wilayah kebudayaan Indonesia pun dapat memahami
segala bentuk dan perilaku kebudayaan yang ada di Indonesia.
III. Ragam Bahasa Indonesia
Dalam
praktek pemakaiannya bahasa memiliki banyak ragam. Secara sederhana,
ragam bahasa dapat diartikan sebagai variasi pemakaian bahasa yang
timbul sebagai akibat adanya sarana, situasi, norma dan bidang pemakaian
bahasa yang berbeda-beda. Merujuk pada pengertian tersebut, maka ragam
bahasa dapat dilihat dari empat segi, yaitu: (a) segi sarana
pemakaiannya, (b) segi situasi pemakaiannya, (c) segi norma
pemakaiannya, dan (d) segi bidang pemkaiannya.
Berdasarkan segi
sarana pemakaiannya, bahasa Indonesia dapat dibedakan atas dua ragam,
yakni tulis dan lisan. Ragam bahasa Indonesia tulis adalah variasi
bahasa Indonesia yang dipergunakan dengan medium tulisan. Sementara
ragam bahasa Indonesia lisan adalah ragam bahasa Indonesia yang
diungkapkan dalam bentuk lisan.
Antara ragam bahasa lisan dan bahasa tulis terdapat beberapa perbedaan, sebagai berikut:
a.
Ragam bahasa lisan menghendaki adanya orang kedua yang bertindak
sebagai lawan bicara orang pertama yang hadir di dapan, sedangkan dalam
ragam tulis keberadaan orang kedua yang bertindak sebagai lawan bicara
tidak harus ada atau hadir di hadapan.
b. Dalam ragam bahasa lisan
unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, predikat dan objek tidak
selalu dinyatakan, bahkan terkadang (dan tak jarang) unsure-unsur
tersebut ditinggalkan. Ini disebabkan karena bahasa yang digunakan
tersebut dapat dibantu oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan atau
intonasi. Sementara pada ragam bahasa tulis fungsi-fungsi gramatikal
senantiasa dinyatakan dengan jelas. Ini semata karena ragam tulis
menghendaki agar orang yang "diajak bicara" mengerti isi dari sebuah
tulisan yang disampaikan.
c. Ragam bahasa lisan terikat pada kondisi,
situasi, ruang, dan waktu. Sementara ragam bahasa tulis tidak, karena
ia memuat kelengkapan unsur-unsur fungsi gramatikal dan ketatabahasaan.
d.
Ragam bahasa lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang atau
pendeknya suara, sementara ragam bahasa tulis dilengkapi dengan tanda
baca, huruf besar dan huruf miring.
Selain dilihat dari segi
sarana pemakaiannya, ragam bahasa Indonesia juga dapat dilihat dari
situasi pemakaiannya. Dari segi situasi pemakaiannya, ragam bahasa
Indonesia dapat dibedakan menjadi ragam bahasa Indonesia resmi dan ragam
bahasa Indonesia tak resmi.
Ragam bahasa Indonesia resmi disebut
juga ragam bahasa Indonesia formal. Ia merupakan ragam bahasa Indonesia
yang digunakan dalam situasi formal. Sebagai ragam bahasa yang
digunakan dalam situasi resmi atau formal, keberadaannya ditandai dengan
pemakaian unsur-unsur kebahasaan yang memperlihatkan tingkat kebakuan
yang tinggi.
Ragam bahasa Indonesia resmi memiliki bentuk
ragamnya yang berupa lisan dan tulis. Dalam bentuk lisan, ragam bahasa
Indonesia resmi dapat dijumpai pada pembicaraan-pembicaraan di
seminar-seminar ataupun pada pembacaan teks-teks pidato kenegaraan.
Sementara dalam bentuk tulis, ragam bahasa Indonesia resmi dapat
dijumpai dalam teks-teks pidato kenegaraan.
Selain ragam bahasa
Indonesia resmi, dari segi situasi pemakaiannya, bahasa Indonesia juga
terdiri dari ragam bahasa Indonesia tak resmi. Ragam ini disebut juga
ragam bahasa Indonesia informal. Ia merupakan ragam bahasa Indonesia
yang digunakan dalam situasi tak resmi. Secara sederhana, ragam bahasa
ini dapat dilihat dari pemakaian unsur-unsur bahasa yang memperlihatkan
tingkat kebakuan yang rendah.
Sebagaimana ragam bahasa Indonesia
resmi, ragam bahasa Indonesia tak resmi juga memiliki bentuknya, baik
berupa lisan ataupun tulis. Dalam bentuk lisan, ragam bahasa Indonesia
ini biasanya dengan mudah dapat kita jumpai dalam kehidupan dan
pergaulan sehari-hari. Sementara dalam bentuk tulis, ragam bahasa
Indonesia ini dapat dengan mudah ditemukan dalam sejumlah teks-teks
sastra, baik apakah itu novel, cerita pendek, ataupun puisi.
Dari segi norma pemakaiannya, bahasa Indonesia terdiri dari dua ragam, baku dan tidak baku.
Ragam
bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa Indonesia yang pemakaiannya
sesuai dengan kaidah tatabahasa Indonesia yang berlaku, baik apakah itu
secara ejaan, maupun ketatabahasaan secara lebih spesifik. Ia biasanya,
baik secara lisan ataupun tulis, identik dengan ragam bahasa Indonesia
resmi. Ini karena dalam situasi resmi, ragam bahasa Indonesia yang
digunakan senantiasa mengacu pada kaidah-kaidah tatabahasa yang baku.
Ragam
bahasa Indonesia tidak baku adalah ragam bahasa Indonesia yang
pemakaiannya menyimpang dari kaidah yang berlaku. Ragam bahasa Indonesia
ini, baik dalam bentuk tulis maupun lisan, berkaitan erat dengan ragam
bahasa Indonesia tak resmi. Ini karena dalam situasi tak resmi, bahasa
Indonesia baku tidak digunakan. Misalnya, di dalam pergaulan
sehari-hari, penggunaan bahasa Indonesia baku akan membuat kondisi
pergaulan menjadi kaku dan terkesan resmi.
Bahasa Indonesia,
dalam ragamnya, juga dapat dilihat dari segi bidang pemakaiannya. Dalam
segi bidang pemakaiannya, apakah itu dalam lisan ataupun tulis, bahasa
Indonesia memiliki banyak ragam, antara lain: bahasa Indonesia
jurnalistik, bahasa Indonesia sastra, bahasa Indonesia ilmiah, dsb. Ini
karena banyaknya bidang kehidupan yang dimasuki oleh bahasa Indonesia
dan setiap bidang tersebut memiliki cirinya masing-masing yang
membedakan antara satu bidang dengan lainnya.
Sabtu, 29 Oktober 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar